Make It as An Experience

By : Muhammad Choirul RosiqinInternational Relations Student @University of Muhammadiyah Malang

Siapapun yang mengalami hal ini dimungkinkan akan merasa kesal, dikecilkan atau ditipu, katakanlah seperti itu. Ceritanya berawal dari berderingnya handphone temen berinisial R, yang ditelfon oleh nomor tak dikenal. Usut di usut, ternyata orang ini merupakan salah satu alumni dari SMA Negeri favorit di kawasan Kraksaan yang melanjutkan studi di Universitas Swasta terunggul di kopertis Jawa Timur. Vogel BriefingDari percakapan panjang di handphone, ia menawarkan kerjasama dalam acara briefing ke SMA/MA/SMK dalam waktu dekat, hal ini sebetulnya sudah direncanakan jauh-jauh hari oleh himpunan/ikatan (kelompoknya) dari universitas lain di Malang yang sama-sama merupakan alumni sekolah dari SMA Negeri favorit itu. Setelah mengenalkan diri dan meminta untuk bertemu untuk diskusi bersama dengan kelompok yang aku dampingi saat itu merupakan mahasiswa baru. Kelompok yang aku dampingi ini meminta saran dan meminta untuk membantu mereka dalam tugas dari kampus. Lucunya, pada saat bertemu dan mendiskusikan masalah briefing bareng, kelompok ikatan itu meminta asesories atau alat bantu yang diberikan oleh kampus beserta membagi rata dana yang dikucurkan oleh kampus. Yang jelas, sebagai manusia normal aku bilang lewat pesan singkat ke salah satu anggota kelompok (yang aku dampingi) yang diminta diskusi itu untuk menolak tawaran dari kelompok ikatan alumni itu.

Seusai diskusi, salah satu anggota dari kelompok yang aku dampingi melaporkan hasil diskusi antara dia dengan salah satu wakil dari kelompok ikatan alumni itu. Disana dejelaskan panjang lebar mengenai teknis agenda ke sekolah itu, pada ujung pembicaraan kelompok ikatan alumni itu meminta separuh dana yang telah dikucurkan oleh universitas untuk kami (kelompok yang aku dampingi), katanya. Setelah itu, temen yang namanya berinisial R itu meneleponku dengan nada sedikit tinggi. Dia sangat tidak mensetujui perjanjian yang dilontarkan oleh pihak kelompok ikatan alumni itu kepada kelompok yang aku dampingi ini, dan ia memilih untuk presentasi di sekolah yang tidak ditunjuk oleh kampus. Aku sebagai pendamping mereka, mensarankan untuk diskusi kembali dan melakukan lobi dengan pihak kelompok ikatan alumni itu, sekaligus konfirmasi kepada pihak sekolah esok harinya.

Mendengar penjelasan dari pihak kelompok alumni itu, mereka telah mengirimkan surat ke SMA yang katanya diminta pihak SMA untuk melakukan briefing sebulan yang lalu. didalamnya bekerjasama dengan beberapa mahasiswa dari universitas negeri dan swasta di Malang. Namun, perwakilan dari kampusku yang tergabung dengan kelompok ikatan alumni itu belum meminta ijin ke pihak kampus. Tentunya, ketika mereka mendatangi kampus dan meminta alat bantu berupa (booklet, banner, dan lainnya) tidak diberikan oleh pihak kampus karena mandat alat bantu perwakilan kampus sudah diberikan kepada kelompok yang kudampingi. Jika mereka memang ingin briefing ke SMA untuk mewakili kampus, seharusnya menulis proposal terlebih dahulu jauh-jauh hari. Pengumuman untuk briefing/presentasi ke sekolah asal sudah tertempel di mading kampus sekitar dua bulan yang lalu untuk pemberitahuan masalah permintaan briefing. Seharusnya, mereka telah mengetahui hal itu, dan mungkin tidak mendapatkan informasi karena tidak aktif di kampus.

Pada saat tiba di sekolah, akupun mengatakan sebagai ketua dari kelompok perwakilan dari kampus, dan meminta penjelasan mengenai briefing yang akan dilaksanakan pada hari itu juga. Tawar-menawarpun terjadi, namun tak berhasil mencapai kesepakatan bersama. Mereka meminta sebagian booklet (alat bantu lainnya) dan meminta untuk membagi separuh dari dana yang aku dapatkan dari kampus. Tentu, aku menolaknya dan menawarkan solusi lain agar tercapai sebuah kesepakatan bersama. Oke, uang bensin kalian akan ditanggung beserta alat bantu dari kampus itu selama pelaksanaan briefing, kataku. Menurutku, hal ini sangatlah wajar sebagai ganti bensin yang dikenakan saat pengiriman surat dan briefing, pikirku. Namun, mereka kokoh dengan aturan yang mereka buat sendiri sehingga tak ada perjanjian tercipta. Aku dan kelompok yang aku dampingi memilih untuk tidak briefing di SMA itu dan mencari sekolah lain.

Guru dari SMA itu juga memohon maaf dan juga sebaliknya. Hal ini disampaikan mengingat kelompok dari ikatan alumni itu telah lebih dulu diterima oleh SMA yang sebenarnya tidak mendapatkan ijin dari kampus dan meminta kejadian ini dijadikan pengalaman bersama. Pihak SMA juga tidak akan menerima usulan dari manapun tanpa surat resmi dari kampus.

Pada kesempatan ini, aku mendapatkan pengalaman yang berharga dalam menyikapi orang yang hendak mencipatakan suatu kesepakatan dengan kita dan berhati-hati dalam melakukan atau membuat kesepakatan yang bersifat formal. Dibutuhkan kesabaran ekstra ketika menghadapi orang yang sesungguhnya tidak mendapat mandat, dan telah mengirim surat atau meminta izin terlebih dahulu ke SMA untuk melakukan briefing sebelum mendapatkan izin berupa SK dari kampus tapi ingin mendapatkan porsi (alat bantu beserta dana) yang sama dengan kita yang memiliki hak untuk melakukan briefing dan baru saja akan mengedarkan surat dari kampus ke SMA tujuan. Pastinya, aku sebagai orang normal berasumsi bahwa orang ini menginginkan uang pemberian kampus. Namun mereka mengelak dengan alasan dana yang didapat itu nantinya akan dimasukkan dalam kas untuk bhakti sosial dan kegiatan kelompoknya. Tentunya, aku tak begitu percaya dengan omongan yang ia lontarkan saat itu dan mungkin demikian halnya dengan kalian yang membaca tulisan ini.

So, be calm and spirit. Make it as an experience. That’s what I am doing on January 25th, 2014.

Untuk menghindari adanya kontak fisik ataupun menambah rasa kesal aku mengajak teman-teman yang kudampingi untuk mengalah. Karena pihak sekolahpun sudah terlanjur menerima dan asumsiku masih banyak sekolah lain yang perlu akan materi yang akan disampaikan saat briefing. Dengan besar hati, kita mencari sekolah lain sebagai penggantinya untuk melengkapi laporan yang harus dibuat. Tak mudah memang untuk melobi pihak sekolah agar bisa menerima kedatangan mahasiswa yang hendak melakukan briefing. Oleh karena itu, belajarlah melobi/cara bernegosiasi dari sekarang dan itu akan sangat membantu nantinya.

About Muhammad Choirul Rosiqin

I was born in Eastern Probolinggo, East Java, in 1994. I'm student of International Relations @University of Muhammadiyah Malang
This entry was posted in Short Story. Bookmark the permalink.

7 Responses to Make It as An Experience

  1. This text is priceless. Where can I find out more?

    Like

  2. These are really fantastic ideas in regarding blogging.

    You have touched some pleasant factors here. Any way
    keep up wrinting.

    Like

  3. After going over a few of the blog posts on your blog,
    I truly like your way of writing a blog. I added it to my bookmark site list and will be checking
    back soon. Please visit my website too and tell me your opinion.

    Like

  4. Thank you for the auspicious writeup. It in fact
    was a amusement account it. Look advanced to more added
    agreeable from you! By the way, how could we communicate?

    Like

  5. Useful information. Fortunate me I discovered your site accidentally, and I’m shocked why this accident did not happened earlier!

    I bookmarked it.

    Like

  6. certainly like your website however you have to check the spelling
    on several of your posts. A number of them are rife with spelling issues and I to
    find it very bothersome to tell the truth nevertheless I’ll certainly come again again.

    Like

  7. Google says:

    The time to study or take a look at the subject material or websites we’ve linked to beneath.

    Like

Hey hey! What have you got to say?